Himalayapost.id – Mohammad Hatta, salah satu proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, wafat pada 14 Maret 1980 di usia 82 tahun. Sebagai tokoh bangsa, Hatta sebenarnya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Namun, sebelum ajal tiba, Hatta menuliskan surat wasiat supaya dimakamkan di pemakaman biasa.
Dalam surat wasiat yang ditulis pada 10 Februari 1975 tersebut, Hatta berwasiat agar dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet, Jakarta. Namun, Presiden Soeharto menetapkan TPU Tanah Kusir sebagai tempat peristirahatan terakhir Bung Hatta paling layak.
Keputusan Presiden Soeharto tersebut ditentang oleh sejumlah pihak. Mereka berpendapat bahwa Hatta berhak dimakamkan di TMP Kalibata sesuai dengan jasa-jasanya kepada bangsa dan negara. Namun, Hatta sendiri menegaskan bahwa keinginannya dimakamkan di pemakaman umum merupakan bentuk penghormatannya kepada rakyat Indonesia.
“Saya ingin dikuburkan di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya,” tulis Hatta dalam surat wasiatnya.
Hatta memang dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan rakyat. Ia aktif memperjuangkan hak-hak rakyat, terutama kaum buruh dan petani. Hatta juga dikenal sebagai tokoh yang sederhana dan bersahaja. Ia tidak suka dengan kemewahan dan kesombongan.
Keinginan Hatta untuk dimakamkan di pemakaman umum merupakan bentuk perwujudan kesederhanaan dan kerendahan hatinya. Ia ingin menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari rakyat Indonesia.
Makam Bung Hatta di TPU Tanah Kusir selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah. Mereka datang untuk mengenang jasa-jasa Bung Hatta dan untuk belajar dari keteladanannya.
Keinginan Bung Hatta untuk dimakamkan di pemakaman umum merupakan pesan moral yang patut diteladani oleh generasi penerus bangsa. Pesan moral tersebut adalah bahwa kita harus selalu dekat dengan rakyat dan peduli dengan nasib mereka. (Ly)