Oleh, DR H Gamawan Fauzi
“Sejauh-jauhnya burung bangau terbang, akhirnya pulang ke kubangan juga” menjadi filosofi bagi para perantau, khususnya bagi orang Minang. Meski berada di perantauan, kampung halaman tetap menjadi perhatian utama mereka. Ungkapan ini mencerminkan keteguhan hati para perantau Minang, yang banyak berkontribusi dalam pembangunan daerah asal, baik secara materi maupun moral.
Kali ini, pesan moral datang dari seorang perantau yang sudah dikenal luas di Sumatera Barat, yaitu DR H Gamawan Fauzi, Dt Rajo Nan Sati, SH, MM, yang pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di Kabinet Presiden SBY. Berikut adalah petikan pesan dari Arosuka Post melalui WhatsApp bersama beliau.
Dalam waktu dekat, kita akan memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di Sumatera Barat. Dalam ajaran agama, kita diingatkan untuk memilih pemimpin yang memenuhi empat kriteria: Sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (mampu menyampaikan).
Lebih lanjut, dalam budaya Minang, prinsip-prinsip ini dieksplorasi dalam adat (adat memakai, syarak mangato). Pemimpin dalam masyarakat Minang diibaratkan sebagai pohon besar di tengah desa; tinggi, terlihat dari jauh, besar dan dihormati. Ia adalah alat pemersatu, membawa ketenangan, dan menyejukkan seperti air. Ia menjadi pusat perhatian, tempat masyarakat berkumpul. Kata-katanya penuh hikmah, menjadi pedoman, dan menjadi teladan bagi masyarakat.
Ketika ia hadir, masyarakat menyambutnya dengan sukacita, mendengarkan kata-katanya yang membuka wawasan. Wajahnya menenangkan, dan ia seperti seorang pemimpin yang bijak, memikirkan banyak hal, dan unggul dalam berbagai aspek dibandingkan masyarakatnya. Kehadirannya selalu dirindukan, memberikan rasa lega, meski tak semua harapan terpenuhi, perhatian dan kasih sayangnya cukup untuk mengobati keresahan masyarakat.
Karena itu, pemimpin seperti itu dicintai, dirindukan, dan menjadi kebanggaan masyarakat karena ia adalah teladan dalam segala hal. Jika terpilih, ia adalah sosok yang sudah tersaring dari banyak pilihan, seperti beras yang dipilih satu per satu. Orang Minang menghargai akhlak, moral, dan etika, yang disebut sebagai Berbudi Luhur. Bagi orang Minang, harta atau jabatan tinggi bukanlah alasan untuk dihormati, tetapi budi pekerti yang baiklah yang dihargai.
Oleh karena itu, mari dalam memilih pemimpin kita kembali kepada nilai-nilai Minangkabau. Bukan karena uang, kita rela menggadaikan moral dan mengorbankan lima tahun masa depan daerah. Selamat memilih kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Solok. Semoga Allah selalu membimbing kita. Aamiin. Salam hormat untuk seluruh masyarakat Sumatera Barat.