Himalayapost.id – 1 September 2023, China mempublikasikan peta baru yang mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya.
Peta ini mencakup garis sembilan titik yang melingkupi sebagian besar Laut China Selatan, termasuk pulau-pulau, karang, dan perairan yang dipersengketakan dengan negara-negara tetangga. Namun, tindakan ini memicu protes keras dari Filipina, Taiwan, dan Malaysia.
Filipina, melalui Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin Jr., menyebut peta tersebut sebagai “tidak berdasar” dan “tidak memiliki efek hukum.” Locsin juga mengingatkan bahwa klaim China ini melanggar hukum internasional dan putusan arbitrase tahun 2016 yang memenangkan gugatan Filipina terhadap klaim China.
Taiwan juga mengutuk peta tersebut sebagai “provokasi” dan “tidak dapat diterima.” Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menegaskan bahwa Taiwan tidak akan pernah menyerah pada klaimnya atas Kepulauan Spratly dan Paracel, yang juga diklaim oleh China. Taiwan berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut dan berkerja sama dengan negara-negara lain.
Malaysia, melalui Menteri Luar Negeri Hishammuddin Hussein, menegaskan bahwa mereka menolak klaim China ini sebagai “tidak sah” dan “bertentangan dengan hukum laut.” Malaysia akan terus berupaya menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan melalui dialog dan diplomasi sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982. Hishammuddin juga menekankan pentingnya menghormati hak dan kebebasan maritim semua negara di kawasan tersebut.
Sengketa atas Laut China Selatan tetap menjadi isu yang memerlukan perhatian internasional, dan reaksi keras dari Filipina, Taiwan, dan Malaysia menunjukkan ketegangan yang berlanjut dalam hubungan mereka dengan China terkait masalah ini. (Ly)