Himalayapost.id – Israel terus melakukan serangan udara dan darat ke Jalur Gaza, meskipun ada tekanan internasional untuk menghentikan kekerasan yang telah menewaskan ratusan orang.
Israel mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk menghancurkan infrastruktur dan kemampuan militer Hamas, kelompok militan yang menguasai Gaza. Namun, banyak warga sipil Palestina yang menjadi korban dari serangan Israel, termasuk anak-anak dan perempuan.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak awal konflik pada 7 Oktober 2023, setidaknya 1.234 orang Palestina tewas dan lebih dari 8.000 terluka akibat serangan Israel. Di sisi lain, Israel mengatakan bahwa 61 tentaranya tewas dan lebih dari 400 terluka, serta empat warga sipil tewas dan puluhan terluka akibat roket yang ditembakkan oleh Hamas.
Serangan Israel semakin intensif sejak gencatan senjata yang ditengahi oleh Qatar berakhir pada Jumat, 1 Desember 2023. Israel memperluas serangannya ke bagian utara Gaza, yang sebelumnya relatif tenang. Israel juga menargetkan pusat kota Khan Younis dan Rafah di selatan Gaza, yang merupakan basis Hamas. Selain itu, Israel juga menyerang wilayah Jabalia dan Shuja’iyya di utara dan timur Kota Gaza.
Israel mengklaim bahwa serangannya berdasarkan pada informasi intelijen yang akurat dan selektif, serta menggunakan teknologi canggih seperti sistem pengenalan wajah eksperimental yang disebut Red Wolf untuk melacak pergerakan warga Palestina. Namun, banyak saksi mata dan aktivis hak asasi manusia yang melaporkan bahwa Israel menyerang secara sembarangan dan tidak mempedulikan warga sipil. Banyak rumah, sekolah, rumah sakit, masjid, dan gedung pemerintahan yang hancur akibat serangan Israel.
Masyarakat dunia menyaksikan dengan prihatin dan marah atas tindakan Israel yang dianggap melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia. Banyak negara dan organisasi yang mengecam dan mendesak Israel untuk menghentikan serangannya dan menghormati gencatan senjata.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa tujuan Israel untuk menghancurkan Hamas adalah tidak realistis dan berisiko memicu perang selama satu dekade.
Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menuding komunitas internasional menggunakan standar ganda dalam menangani konflik Israel-Palestina. PBB juga mengutuk serangan Israel dan menyerukan perlindungan lebih banyak bagi warga sipil di Gaza.
Namun, Israel mendapat dukungan dari Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utamanya. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa AS akan terus membantu Israel hingga akhir perang di Gaza. Dia juga mengatakan bahwa AS akan membantu membangun kembali Gaza setelah konflik berakhir, tetapi tidak akan memberikan bantuan kepada Hamas.
Sementara itu, warga Palestina terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah serangan Israel. Mereka juga menunjukkan semangat perlawanan dengan menggunakan berbagai simbol, seperti keffiyeh, semangka, dan bendera Palestina.
Hamas juga tidak menyerah dan terus meluncurkan roket ke arah Israel, meskipun banyak yang dicegat oleh sistem pertahanan udara Iron Dome. Hamas mengatakan bahwa mereka tidak akan bernegosiasi gencatan senjata, dan siap menghadapi semua skenario militer Israel. (Ly)