Himalayapost.com, Mentawai- Pakandei merupakan salah satu budaya yang tidak bisa lepas bagi warga di Dusun Sirilanggai, Desa Malancan, Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat.
Tradisi Pakandei, prosesi pernikahan sepasang pempelai pengantin dengan busana adat lengkap dipertemukan layaknya seperti awal bertemu. Bedanya, dalam prosesi ini melibatkan seluruh keluarga.
Dalam pesta Pakandei ini, keluarga mempelai wanita mengantarkan babi yang tidak disebutkan jumlahnya ke rumah mempelai pria.
Ini merupakan sebagai bentuk pengikat janji setia dan kekeluargaan yang erat antar kedua orang tua mempelai.
Pakandei juga bisa disebut sebagai pataliku atau sesama mertua. Kedua belah pihak keluarga layaknya saudara akrab dan tidak akan dapat terpisah kecuali maut menjemput.
Dalam gelaran ini, seorang mempelai wanita Samsina Saumanuk mengatakan, Pakandei melibatkan keluarga besar dari kedua mempelai. Pihak keluarga wanita menyediakan babi sebanyak-banyaknya.
“Babi tersebut dipanggang untuk dihidangkan di hadapan kedua mempelai, ditambah dengan keladi tumbuk yang dibulatkan menjadi makanan khas sebagai pelengkap santapan di acara pakandei,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Babi tersebut, katanya, disembelih dan dibagikan untuk makan bersama, sebagian diberikan ke pada yang turut membantu dalam acara Pakandei.
Prosesi Pakandei dilaksanakan hingga seminggu lamanya. Dimulai dari pengumpulan babi, mengambil kayu, membuat tempat memasak, menyiapkan keladi, kunyit dan perlengkapan adat lainnya.
Puncak acara pakandei adalah “Mukerei” dengan tari turuk Mentawai atau tarian warga setempat. Dua orang yang terlibat di antaranya adlah pemandu untuk menunjukkan keluarga yang akan memberikan barang, seorang lagi ialah mempelai laki-laki. (Wnr)