Himalayapost.id – Mesir sedang membangun ibu kota baru yang mewah di gurun pasir, sekitar 45 km atau 28 mil dari timur Kairo. Proyek ini merupakan salah satu megaproyek terbesar dalam sejarah Mesir, yang menelan biaya lebih dari US$58 miliar atau senilai Rp 900 triliun.
Ibu kota baru ini, yang belum diberi nama resmi, diumumkan oleh Presiden Abdel Fattah El Sisi pada tahun 2015, sebagai bagian dari visi pembangunan ekonomi dan sosial Mesir hingga tahun 2030. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mengurangi kemacetan dan tekanan infrastruktur di Kairo, yang merupakan salah satu kota terpadat di dunia, dengan populasi hampir 20 juta jiwa.
Selain itu, ibu kota baru ini juga dirancang untuk menjadi model teknologi tinggi bagi masa depan Mesir, dengan fasilitas-fasilitas modern dan canggih. Di antaranya adalah menara yang tertinggi di Afrika dengan 70 lantai, gedung opera dengan lima aula, masjid besar, dan katedral terbesar di Timur Tengah.
Proyek ini juga diharapkan dapat menyerap sebagian dari populasi Mesir, yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,6% per tahun, dan mencapai 105 juta jiwa pada tahun 2024. Ibu kota baru ini memiliki luas total 700 km persegi, dan direncanakan dapat menampung sekitar 6,5 juta penduduk.
Meskipun laju pengerjaan tampak melambat akhir-akhir ini, karena dampak pandemi COVID-19 dan krisis keuangan, pemerintah Mesir tetap optimis bahwa ibu kota baru ini dapat selesai sesuai target, yaitu pada tahun 2026.
Beberapa orang sudah mulai pindah ke ibu kota baru ini, meskipun banyak warga Kairo yang mengatakan bahwa mereka tidak mampu untuk tinggal di sana, karena harga properti yang sangat mahal.
Ibu kota baru ini juga mendapat kritik dari sebagian kalangan, yang menilai bahwa proyek ini tidak sesuai dengan prioritas dan kebutuhan rakyat Mesir, yang masih menghadapi masalah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial.
Namun, pemerintah Mesir bersikeras bahwa ibu kota baru ini adalah investasi jangka panjang, yang akan memberikan manfaat bagi generasi mendatang. (Ly)