Himalayapost.id – Sebuah pesawat Boeing 737-200 milik Aloha Airlines mengalami kecelakaan mengerikan saat terbang dari Pulau Hilo ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat, pada 28 April 1988. Sebagian besar badan pesawat terkoyak akibat tekanan udara yang berlebihan, sehingga menimbulkan lubang besar di atas kabin penumpang.
Pesawat yang membawa 95 orang, termasuk lima awak kabin, itu sedang berada di ketinggian 24.000 kaki, ketika insiden terjadi. Para penumpang yang masih berada di dalam kabin harus berjuang untuk bertahan hidup, sementara angin kencang dan suara bising menghantam mereka.
Salah satu pramugari, Clarabelle “C.B.” Lansing, tidak berhasil selamat. Ia terlempar keluar dari pesawat dan jatuh ke laut. Jasadnya tidak pernah ditemukan. Delapan orang lainnya mengalami luka-luka serius, sementara sisanya hanya mengalami luka ringan.
Pilot pesawat, Robert Schornstheimer, dan kopilot, Madeline “Mimi” Tompkins, berhasil mengendalikan pesawat yang rusak parah itu, dan mendaratkannya dengan selamat di Bandara Kahului, Maui. Keduanya mendapat pujian dari banyak pihak atas keberanian dan profesionalisme mereka.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) menemukan bahwa penyebab kecelakaan adalah kegagalan program pemeliharaan Aloha Airlines untuk mendeteksi adanya kerusakan parah pada kulit pesawat akibat kelelahan logam. Pesawat yang berusia 19 tahun itu telah melakukan hampir 90.000 siklus penerbangan, jauh lebih banyak dari yang direncanakan oleh pabrikannya.
Kecelakaan ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah penerbangan, karena menunjukkan bahaya dari kelelahan logam pada pesawat yang sering digunakan untuk penerbangan jarak pendek. Kecelakaan ini juga menginspirasi perubahan dalam kebijakan dan prosedur keselamatan penerbangan. (Ly)