Himalayapost.id, Jakarta- Kementerian Agama melalui Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Wawan Djunaedi angkat suara terkait video viral Wali Kota Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta, menandatangani penolakan pendirian gereja. Video tersebut ramai di internet sejak Kamis (7/9/22).
Menurut Wawan, terkait pendirian rumah ibadah, sikap kepala daerah seharusnya merujuk pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
PBM tersebut mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Selain itu, persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah:
- Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat
- Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa
- Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota
- Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota
Jika persyaratan pertama terpenuhi sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
“Jadi, tidak ada alasan apa pun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadat ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” tegas Wawan di Jakarta, Kamis (8/9/22).
Kementerian Agama, kata Wawan, mendorong wali kota membentuk desk bersama yang terdiri dari kepala daerah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), kementerian agama, pemuka agama, tokoh masyarakat, forkompinda, dan ormas sebagai upaya pemecahan masalah.
Dia menilai, berbagai pihak perlu mendapatkan informasi yang sangat baik bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja.
Pertama, kata Wawan, regulasi tersebut diterbitkan pada saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99%. Sementara situasi Kota Cilegon sekarang sudah berubah.
Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, komposisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 16.528.513, umat Katolik mencapai 6.907.873 dengan total keduanya setara dengan 9,86% dan komposisi umat non muslim secara keseluruhan mencapai 12,82%.
Kedua, menimbang SK Bupati tahun 1975 juga merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang keberadaannya sudah dicabut dan digantikan dengan PMB Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
“Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama. Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006,” sebut Wawan.
Ketiga, SK Bupati tahun 1975, diterbitkan dalam konteks merespon Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah. Sementara pada waktu itu, Perguruan Mardiyuana dipergunakan sebagai gereja. Oleh karenanya, penganut agama Kristen diarahkan untuk menunaikan ibadah di gereja-gereja yang ada di Kota Serang.